Kelelahan yang menumpuk membuat
seseorang tak bisa tidur nyenyak. Ada kalanya ketika tidur disertai mengigau
atau sering terbangun.Dalam kondisi seperti itu, alih-alih mendapatkan rasa
nyaman, justru tubuh makin capek, melebihi daripada yang sebelumnya
dirasakan.Jika aneka gangguan tersebut berlanjut, dr Sutis Nasia SpS
menyarankan untuk segera berobat ke dokter. Apalagi, bila ditandai dengan berkurangnya
waktu tidur nyenyak. Bisa jadi, itu adalah gejala sindrom fi bromyalgia.
Sindrom fi bromyalgia tergolong gangguan kronis.Tandanya nyeri dan kekakuan
pada jaringan ikat serta otot. Sindrom itu disertai keluhan kelelahan
tubuh,gangguan tidur (kurang tidur nyenyak), dan perubahan emosi (selengkapnya
lihat grafi s). ’’Gangguan ini tidak membunuh, namun menga ki ba tkan disfungsi
dan penurunan kualitas hidup,’’ terang spesialis saraf dari RS Mitra Keluarga
Surabaya tersebut.Sindrom itu kebanyakan dialami perempuan usia 25–40 tahun.
’’Dari literature diungkap, pria jarang mengalami sindrom fi bromyalgia.
Kebanyakan kaum hawa,’’ tambahnya.Penyebabnya belum diketahui secara pasti.
Namun, menurut alumnus FK Unair itu, ada enam faktor yang berpotensi memicu seseorang mengalami sindrom tersebut. Di antaranya, kurang tidur nyenyak, ke lainan neurokimia, hilangnya kontrol saraf simpatis, dan faktor jaringan otot setempat.Pemeriksaan dengan EEG (rekam otak) mampu menunjukkan gangguan itu. Normalnya, saat tidur dan masuk stadium IV (NREM), ada aktivitas gelombang delta. Pada pengidap sindrom tersebut,juga disisipi gelombang alfa, yakni gelombang yang ada saat seseorang terjaga. Itulah yang mengakibatkan pasien tak bisa tidur nyenyak.Selain itu, pada fase tidur stadium IV, dilepaskan hormone pertumbuhan. Salah satu fungsi hormon tersebut adalah untuk homeostasis (keseimbangan kondisi) otot. Bila masa tidur nyenyak berkurang, pelepasan hormon pertumbuhan pun terbatas. Dampaknya, perbaikan otot pascaaktivitas ikut terganggu. ’’Inilah alasan penderita sindrom fi bromyalgia selalu merasa lelah dan loyo saat bangun pagi,’’ papar Sutis.Seseorang dengan kelainan neurokimia juga berpotensi menderita sindrom fi bromyalgia. Dalam kondisi normal, terdapat serotonin yang berperan pada tidur nyenyak. Juga menghambat keluarnya rasa nyeri berkelanjutan. ’’Bila ada kelainan, serotonin tak akan muncul. Pasien merasa tubuhnya nyeri,’’ terangnya.Meski berkaitan dengan otot, sindrom tersebut tak disertai peradangan jaringan. Karena itu, tak ada otot tubuh yang rusak. Kondisi tersebut membuat fi bromyalgia berbeda dengan penyakit rematik lainnya. Termasuk,rheumatoid arthritis maupun lupus. Pada rematikjenis lain, peradangan jaringan mengakibatkan nyeri atau kekakuan pada sendi. Sayangnya, tak banyak pasien yang menyadari gejala sindrom tersebut.Sutis mengatakan, pengobatan justru memutuskan lingkaran nyeri yang dialami pasien. Hal lain yang patut dilakukan pasien adalah mengatur kembali ritme tidur nyenyak. Sutis mengatakan, diusahakan pasien tidur alami tanpa obat-obatan. ’’Serta meningkatkan aktivitas dengan latihan fi sik tiga kali seminggu dengan durasi 5 sampai 40 menit. Upaya ini bisa mengatasi keluhan nyeri berkepanjangan,’’jelasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar